Saturday, February 28, 2009

i'm like a bird

Hari ini diadakan bazar diplomatik - internasional yang tiap tahun di selenggarakan oleh palang merah , : diplomatic red cross bazaar. Bazaar yang dipenuhi oleh tiap negara untuk mempromosikan budaya masing2, menjual produk2 khas negara masing2 yang hasilnya kemudian di sumbangkan kepada Palang Merah Thailand.

Adek gue dan temen2 diminta memakai kebaya dan menerima Putri Thailand, yang membuka acara ini, dan membantu menjaga stand indonesia seharian penuh. Secara gue baru tahu ada acara ini sampe kemaren, gue ga ikut menjaga stand, yang katanya mesti siap dari jam 4 pagi. Lagian gue juga ahem sibuk,(pdhl sih ga ada minta jadi partisipan..haha). Dulu tiap tahunnya ibu2 dharma wanita termasuk my mom yang biasa nya sibuk mengkoordinasi stand yang diisi dengan baju2 batik, kain, makanan khas indonesia, di jual seharian penuh. Gue hampir lupa dengan acara ini dan sebenarnya gue juga heran kenapa kita di minta, lah wong kita udah bukan bagian kbri lagi hehe.

Gue dateng lumayan telat, haha, sekitar jam 4 sore dimana hampir semua stand udah mau tutup. Gue pikir udah ga ada gunanya juga bayar masuk, eh ternyata just in time gue hadir ada acara nari di panggung yg ternyata di buat oleh anak2 smp-sma SIB. Mereka menarikan tarian Saman dari Aceh yang penuh koordinasi tangan yang rumit. Seperti biasa, kita sukses menggaet ricuh penonton termasuk gue yg , selalu siap tepuk tangan dan teriak2 dgn noraknya (heh, super kampungan..) tiap kali nonton tarian tersebut. Hehe.. well i can't help it. Bangga bgt gue, Good job guys!

Kemudian gue ke stand Indonesia. Gue kaget ada demonstrasi membatik kain oleh pembatik professional. Spontan gue ngerenggek minta nyoba hehe, secara dari dulu gue pengen banget belajar. Karena pemula, gue di kasih kayu berbentuk burung dan di ajarkan prosesnya. Bahan serupa tinta yang di gunakan untuk membuat pattern batik itu ternyata lilin yang di lelehkan. ("Ooohh..") Kemudian kayu yang mirip pipa rokok untuk membatik itu di celupkan ke dalem lilin cair yang masih di rebus tersebut. Cairan lilinnya masuk dari atas lobang kayu itu. Ini yang membuat membatik itu sebuah kreativitas yang membutuhkan kesabaran dan ketelatenan yg tinggi. Hehe. Karena selain harus sempurna menggikuti garis lukisan ternyata ada cara khusus untuk memegang kayu itu biar cairan lilinnya ga tumpah dari lobang tadi, karena selain panas banget bakal bleberan kemana2. Gitu lhoooooo. Hebatnya cairan lilin tsbt akan langsung kering di atas kayu/ kain dlm sekejap. Selesei, burung gue (huuss) di celupkan ke dalam lilin berwarna merah untuk diwarnai. Berapa menit kemudian warna tinta coklat yang gue lukis tadi hilang tapi membentuk garisan lukisannya. Seperti ini:

Hehe. Okay its not much, tapi kereeen kaaan. Dan the lady yang nyuruh gue nulis nama gue. Ga mungkin kan gue se narsis itu. :))

Gue jalan2 keliling stand2 lain. Amerika, Jerman, Italy. Gue peratiin yang mereka jual, wine, keju, sosis frankfurt hehe. Dan huuuu mana ada sih yang kayak gini. Yang mereka jual bukan komoditas. Bukan budaya. Gue cintaaaa banget sama budaya tradisional gue yang lengkap dan pure. Lantas, kenapa gue bimbang untuk pulang??

Bukan kondisi jakarta yang gue pedulikan. Bukan macetnya yang
sebenarnya memang bikin gue teriak2 gila di mobil. Gue pernah sekolah disana dan udah gue terimalah. Yang jadi pikiran dari karir gue, lifestyle orang2 jakarta yang sombongnya setinggi langit en kosmopolitan yang secara otomatis bikin hedonistik. Sorry, Not everyone is. Tapi penggalaman kuliah gue disana bikin gue berpikir picik. Bikin gue merasa tidak diterima. Seolah2 gue persona non grata di negeri sendiri. Malah gue lebih seneng berkunjung ke daerah di luar jakarta. Kyk jogja, bandung, kmrn2..bengkulu. No malls, no mall rat, no annoying mas2 tengil, no bitchy anak jakarta yang kerjanya gaya and gosip doang. Jujur, selama gue hidup dan selama gue Alhamdullilah dikasih kesempatan tinggal dinegeri2 orang, baru kali inilah di Bangkok ini gue bener2 belajar. Bukan dari sisi akedemis, melainkan dari beragamnya orang2 yang gue temui di kota ini. Disinilah gue mendapati perpekstif lain tentang Indonesia, tentang hidup, tentang agama, tentang karir, beragamnya pola pikir orang. Baik dibidang gue yang kreatif, orang2 Indonesia yang mengejar cita2 dgn menunjang pendidikannya, perspektif orang2 asing, orang2 lokal..orang2 yg dari kalangan atas, tengah.. yg hidup disini cmn untuk berfoya2.. sampai dengan orang2 dengan pengalaman hidup yang benar2 luar biasa, yang selama ini gue percayai cuman eksis di film2 atau novel. Dan hal yang paling gue pelajari di tempat ini, bahwa sgt memungkinkan di dunia ini adanya orang2 yang akan menerima gue, yg jujur tanpa pamrih, justru gue dapati disini.

Ah kok gue jadi takut. Padahal orang tua gue kerja untuk pemerintah dan ga pernah menyuruh kita membenci negara sendiri. Gue dan kakak2 adek gue di suruh nari, nanyilah etc di tiap acara kbri untuk appreciate nilai seni yg kita punya. Kita di sekolahkan di sekolah lokal untuk belajar bahasa indonesia. Kita di suruh belajar di luar untuk alasan menggunakan ilmu itu dan merubah situasi negara gue semampu kita. Bukannya biar melarikan diri di negeri orang kayak buronan. Hehe.. Pdhl appresiasi untuk film indonesia gue lumayan tinggi.. terkecuali film
blo'on yang ga bermakna and/or penuh porno yang bikin stress nontonnya. Tapi kenapa gue takut pindah ke negara sendiri. Aye bimbang... waktu gue ga banyak. Identitas gue, rumah gue dimana ye..






Wednesday, February 18, 2009

So you're there.
Sudden, fleeting
Standing
between smiles and motion

but you're not smiling for me




Monday, February 02, 2009

Aku pernah baca sebuah kalimat: 

Aku merasa paling dekat dengan keabadian saat memikirkan dirimu.
Apa yang akan terbersit dipikiranmu bila mendengar kata-kata ini?

Banyak yang kurenungkan. Dari sebuah kalimat pendek ini spontan aku memikirkan tentang
cinta. Klise memang. Walaupun terlihat konyol dan mudah emosi, I've always remained an impossible romantic. Dan itu yang takkan berubah. Tapi kadang, cinta dalam arti luas. Yang aku pikirkan bukan hanya perasaan cinta terhadap satu individu, tapi juga perasaan sayangku kepada orang-orang terdekat yang selalu kurindukan hadirnya. Kemudian agamaku. Tuhanku. Hal ini membuatku bertanya kenapa orang-orang yang kusayang hadir lebih dulu di benakku, baru kemudian Tuhan? Dan kenapa perasaan itu tak bisa sama besarnya untuk agamaku sendiri?

Akhir-akhir ini ada banyak hal yang membuatku ingin mendekat kepada-Nya. Dua kali hilangnya kartu atm, hilangnya dompet adik (yang A
lhamdullilah dikembalikan), Bulan ramadhan yang mendekat, tambahnya umurku bulan depan, dan terutama hari-hari yang tak ubahnya kulalui dengan perasaan hampa. Aku memang manusia picik. Diterpa cobaan sedikit saja baru usaha puasa sunah dan sholat tanpa bolong-bolong secara konsisten. Tetapi terlebih-lebih karena ada satu hal yang sedang mengusik pikiranku.
Hari ini pulang dari kelas aku berjalan kaki dari nana sampai rumah di petchburi. Itu yang aku paling suka disini- tersedianya tempat berjalan kaki karena aku suka jalan kaki sendirian. Dan aku suka jalan kaki untuk melihat pemandangan menarik, atau tempat-tempat unik, dan juga untuk berpikir. Tiap hentakan kaki rasanya kurang afdol jika aku tidak mulai mempertanyaan tentang arti keberadaanku selama tinggal di Bangkok ini. Emang dasar sakit jiwa...Lalu entah dari mana, kalimat itu menghantam pikiranku. Hatiku terasa teriris sesuatu yang tajam. Dan bagaimanapun aku mencoba mengabaikannya hal yang pertama muncul dibenak adalah perasaanku saat ini kepada salah seorang sahabatku.
Baru kali ini selama lebih dari 7 tahun persahabatan kita, aku bertengkar dengannya hingga memakinya. Timbul rasa benci dari egoku yang kuakui sebesar gunung timbuktu, mungkin. Dia, salah seorang yang seharusnya paling memahamiku -  telah mencemooh hal yang paling sensitif tentang situasiku saat ini. Rasanya, kok ya sakit hati ya. Kenapa orang yang paling kupercaya bisa setega itu. Rasanya secara impulsif ingin kuhilangkan dia dari hidupku, walaupun aku tahu betul itu sama sekali tidak mungkin. Hubungan kita memang sedari dulu rumit, tapi dalam. Aku sayang dia seperti keluarga. Aku sama sekali tak ingin kehilangannya. Hubungan yang disertai perasaan yang dulu kusandangkan dengan arti keabadian tadi. Tapi sekarang? Betapa anehnya perasaan manusia yang bisa bertahan bertahun-tahun tapi berubah setika dalam hitungan detik.

Aku ga bisa memaafkannya- sampai dia minta maaf. Bak ratu yang menuntut rakyatnya tunduk. Apakah aku masih bisa di bilang manusiawi ya? Hatiku keras. Kenapa rasa tinggi hati ini ga mau hilang? Kenapa aku ga pernah bisa belajar berlapang dada?Forgive my arrogance. God, forgive me. Make me learn to change..